Mengenai Saya

Foto saya
Ilustrator yang ingin menjadi penyanyi, desainer yang membenci animasi, tukang tidur yang menggemari kopi, Mancunian namun tetap Interisti, pecinta namun sulit untuk dicintai hanya karena selembar puisi. Don't be too serious about me, this is just irony.

Jumat, 21 Oktober 2011

25 Agustus 2009

dari waktuwaktu yang telah lama kau hapus,
aku hanya ingin kau melihat suatu sore yang pupus.

ketika kudengar dentang dari lonceng stasiun telah memecah hening pada dindingdinding kecemasan.
betapa orangorang lebih memilih setia menanti kereta, yang sudah pasti tertunda.

dan rasa cemas yang seharusnya berganti.

namun tak lama berhenti,
kereta yang telah beranjak pergi, menanggalkan gemuruh dari roda besi yang angkuh,

kelak aku menyadari, hanya lembarlembar rindu terkemas rapi dalam hatiku,
yang selalu kubawa kemanapun aku pergi.

adakah pahit yang lebih manis dari sore itu, sayang?
duriduri dendam dari senja yang karam telah aku kalungkan di leherku.

dan kereta di sore itu membawaku ke persimpangan, mengulang lagi sebuah masa lalu,
yang malu dan tak harus kau tahu

yang cukup harus kau tahu,
hanyalah air mata, hatimu yang kabut bergelayut di langitlangit gelisah, begitu dingin terasa.

Pagi, Malammu

dan pada pagi yang sunyi, malam dengan dongeng pengantar tidurmu,
detak jantungmu kudengar merambat di udara kamar,

jelas kumerindu.
 
kokok ayam yang tak merdu, bagimu itu mengganggu.
begitu gila kita tertawa, dan lagu kita yang selalu sama,
 
jelas kumerindu.
 
karena waktu kita tak banyak, mengenal mimpi tak lebih dari 1 jam.
yang harusnya sama, yang berujung mematikan.
 
jelas kumerindu.
 
karena kisah rentan terkoyak, lelah pada dunia yang bukan inginmu, pun inginku.
kisah yg berpisah arah di persimpangan, di batas ingin kita.
 
dan ketika malam kembali, jalan kita yg searah menuju pagi, aku percaya semua tak lagi sama.
 
jelas kumerindu.
pagi yang lalu, yaitu malammu.
 
pada sebuah dinding yang telah kau temukan, yang menjadi akhir petualanganmu.

Karena Itu Aku Tahu

Akankah tetap menjadi sama?
Atas rasa yang tak pernah lagi sama?

Malam berlalu begitu cepat,
terburu-buru mengejar waktu yang telah pasti.

Apa yang ada di benaknya, akankah ia menyadari?

Mengusik masa lalu di bawah rimbun temaram lampu kota,
duduk bersandar pada dinding yang gelisah.
Sekadar menanti malam turun menyapa,
Mengucap kata maaf pada kisah yang tergolek lemah,
membaringkan rindu pada secarik kertas berdebu.

Akankah berakhir sama?
Sebuah pertanyaan dengan jawaban yang sama seperti sebelumnya.

Kelak kita tak lagi meragu,
pada hati siapa riakriak rindu ini bermuara.
Dan ketika malam tak lagi tergesagesa,
telah ia temukan pagi untuknya mengecup kening sang empunya,

yang aku tahu, yang tak ingin kuingat.